Opini: Renungan Buat Pemilik Perusahaan Pers dan Wartawan
desernews.com
Perlu diketahui bersama, bahwa perusahaan penerbitan pers sangat membutuhkan berbagai berita untuk disajikan ataupun dipublikasikan kepada para pembaca melalui media. Bagai mana bila perusahaan pers itu tidak memiliki berita…..?, tentu saja orang tidak mau melihat medianya, baik itu media cetak, elektronik ataupun media online.
Sebab dengan banyaknya berita di media yang sudah dikenal orang, setiap adanya peristiwa, pembaca akan segera membuka link media tersebut. Kalau berita media itu tidak banyak, maka masyarakat malas membuka linknya.
Bila banyak berita di satu media itu,.tentu akan banyak pula pembacanya. Apabila banyak pembacanya, otomatis perusahaan, maupun pemerintahan akan suka memasangkan iklan di media tersebut. Begitu juga untuk media cetak ataupun media elektronik, bila banyak orang yang membaca maupun yang menontonnya pihak perusahaan akan memasangkan iklannya di media yang bersangkutan.
Kemudian tentang berita yang akan ditayangkan di media, itu bukan harus berita pemerintahan yang berbobot ataupun berita politik yang bermutu saja. Tetapi ada baiknya semua berita harus disajikan untuk menarik atau memancing para pembaca ditingat masyarakat kelas bawah.
Karena,…..? sebab yang paling banyak pembaca media online adalah pembaca di kelas bawah. Itu makanya di Sumatera Utara kalau tidak silaf ada khusus lembaga survei untuk memantau agar mengetahui media mana yang paling banyak pembacanya(retingnya). Bila dalam survei tersebut, misalnya media R mempunyai pembaca yang terbanyak,maka pihak pihak perusahaan dan pemerintah akan memasangkan iklannya di media yang bersangkutan.
Dengan banyaknya iklan yang dipasang di media yang bersangkutan,maka media itu menjadi perusahaan yang sehat dalam arti kata, bisa dan mampu memberikan honorer kepada wartawan dan karyawannya. Untuk itu, perusahaan pers harus bisa menarik para pembaca di media yang dipimpinnya dengan menyajikan berita berita ringan yang menarik sesuai dengan keinginan pembaca kelas bawah,(masyarakat kelas bawah).
Sehingga media itu bisa menjadi milik semua orang, baik di kelas bawah maupun di kelas atas bukan hanya milik segelintir golongan. Sehingga media tersebut bisa disebut sebagai media nasional. Ada juga media online yang tidak mau menayangkan berita berita ringan hanya menayangkan berita berita berbobot saja.
Memang tidak ada salahnya,tetapi sebaiknya media itu menayangkan semua berita kejadian. Seperti berita pesta perkawinan masyarkat biasa,berita jalan rusak, berita kemalingan yang sifatnya untuk orang kelas bawah dan kelas atas.
Kalau hal ini terus dipertahankan untuk tidak menerbitkan berita ringan untuk masyarakat kelas bawah,maka media ini sulit untuk menjadi media yang digemari pembaca (terkenal), sebab sifatnya hanya untuk kepentingan pembaca kelas elit.
Namun untuk mendapatkan berita yang ter updat perusahaan penerbitan pers harus mengangkat orang orang yang profesional di seluruh daerah di Indonesia untuk ditugaskan mencari bahan berita dan gambar agar bisa diterbitkan/ ditayangkan di media yang bersangkutan.
Sedangkan semua wartawan yang diangkat harus diberikan KTA dan surat tugas untuk mencari bahan berita. Sebab mencari bahan berita bukanlah suatu pekerjaan yang mudah atau ringan. Mereka juga kadang harus mengeluarkan uang setidaknya untuk pembeli BBM. Kadang bukan BBM saja, bahkan kalau pergi ke daerah yang jauh, tentu harus juga ada biaya makan.
Jadi bila ada berita dan karya Jurnalistik wartawan yang sudah dikirimkan keredaksi,tetapi tidak ditayangkan oleh redaksi,tentu hal itu juga merugikan para wartawn. Karena kadang masyarakat sudah mengetahui seseorang wartawan itu melakukan peliputan disuatu acara,tetapi beritanya tidak ada ditayangkan.
Mengapa dikatakan merugikan para wartawan….? sebab untuk mendapat suatu obyek berita wartawan yang bersangkutan sudah bersusah payah mencarinya. Bukan hanya mengeluarkan tenaga,tetapi juga mengeluarkan biaya dan pikiran.
Oleh karena itu, bila perusahaan Pers ingin menjadi perusahaan pers yang maju dan terkenal harus bisa saling memikirkan. Perusahaan pers memikirkan wartawannya dan wartawannya juga memberikan tenaga dan perjuangan yang ikhlas kepada pihak perusahaan.
Apalagi, dalam peliputan berita belum tentu wartawannya mendapatkan rezeki. Setelah bahan berita diperoleh oleh wartawan, ini namanya belum menjadi sebuah berita. Bahan berita ini harus diseting dan dikonsep dengan baik dan teratur sehingga menjadi sebuah berita.
Untuk mengkonsep berita itu, tentu si wartawan menyerap energi karena harus mengeluarkan pemikiran. Sedangkan gaji atau honor dari kebanyakan media pers tidak ada, dan belum mampu memberikannya. Itu makanya untuk memajukan suatu perusahaan pers harus ada kerjasama yang baik antara wartawan dan pihak penerbitan. Wartawan tidak dirugikan oleh perusahaan dan sebaliknya perusahaan bisa terbantu oleh wartawan.
Namun yang ironisnya, ada juga penerbitan media online yang mengharuskan wartawannya untuk membayar iyuran setiap bulan. Iyuran itu tidak dipatokkan dengan dalih seikhlas hati. Tapi bagi wartawan tidaklah mungkin memberikan iyurannya Rp.50 ribu/ bulan,setidaknya Rp.100 ribu s/d 250 ribu/ bulan. Bila wartawannya ada 150 orang untuk 38 provinsi yang ada di Indonesia,tentu di kali Rp.100 ribu. Perusahaan pers online tersebut sudah menerima Rp.15 juta/ bulan.
Bila wartawannya lalai membayar iyuran bulanan tersebut, Direktur Utama dari media yang bersangkutan langsung memposting di grouf media dengan mengatakan bagi wartawan yang tidak peduli dengan iyurannya maka namanya akan dievaluasi dan dicoret dari box redaksi.Sedangkan berita wartawan yang dimuat di medianya tidak dibayar kepada wartawan.
Padahal menurut PP Nomor 36 tahun 2021 tentang pengupahan. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 tahun 2022 tentang penetapan upah minimum Tahun 2022 yang tujuannya setiap pekerja harus diberikan upah sesuai UMR daerah masing masing. Ini wartawannya bukan diberikan upah, malah diharuskan bayar iyuran.
Sehingga akibat tingkah laku direktur utama media yang bersangkutan sudah banyak kepala biro/biro dan wartawannya mengundurkan diri. Belum lama ini media yang bersangkutan akan melaksanakan HUT semua Kaparwil/Kabiro, biro dan wartawan diharuskan bisa membantu dengan materi.
Untuk Jabatan Kaparwil diharuskan Rp.2’5 juta, Kabiro dan biro Rp.2 juta, wartawan Rp.1’5 juta. Akibat pemaksaan itu sudah banyak wartawan yang mengundurkan diri akibat terjadinya istilah “Jeruk Makan Jeruk”, wartawan makan wartawan.
Mohon maaf kalaupun ada pembaca yang merasa sama perlakuannya dengan yang dituliskan ini. Sebab ini adalah merupakan renungan buat kita semua demi memajukan perusahaan pers. Semoga bisa saling pengertian. Wassalam
Penulis: Eddi Gultom