SEPENGGAL CERITA DARI TANAH SUCI
Tentang Ahmed, migran Negeri Banglades di Arab Saudi.
Tebingtinggi, desernews.com
Namaku Ahmed, negeri kami miskin “haji”, kehidupan kami sangat memprihatinkan,” demikian mula obrolan perkenalan penulis dengan seorang pemuda berkulit hitam manis asal Negeri Bangladesh.
Di Negeri kami susah cari kerja, kalaupun ada upahnya sangat rendah, sehingga sulit untuk menabung.
Walau nilai kurs uang kami terhadap Riyal Arab Saudi kecil dibanding Indonesia (1 Riyal AS = 28 Taka Bangladesh berbanding 1 Riyal AS = Rp. 4.000,- Indonesia), tapi roda kehidupan rakyat Banglades sangat menyedihkan,” demikian awal mula Ahmed bercerita tentang diri dan negerinya, dalam Bahasa Indonesia yang patah patah dan terkadang diselingi bahasa inggris, bahkan sering pakai bahasa isyarat.
Tapi bisa juga nyambung cerita kami, malah terkadang sambil tergelak kalau sudah cerita agak susah mengartikan apa yang dibilangnya.
Sering kalau kami bercanda, diselingi tawa karena persoalan bahasa yang terkadang sulit diartikan, tapi syukur saja Ahmed sedikit tau bahasa inggris.
Rekan saya seperti Haji Nuzul Kadri dan Haji Yan Rizal Lubis kadang terpingkal pingkal ketawanya melihat kalau sedang dialog dengan Ahmed.
Sebelum cerita lebih lanjut tentang Ahmed, mari kita tahu dulu kondisi negaranya yaitu “Bangladesh.
TENTANG NEGERI BERNAMA BANGLADESH
Bangladesh, resminya Republik Rakyat Bangladesh (bahasa Bengali: গণপ্রজাতন্ত্রী বাংলাদেশ, Gôṇôprôjātôntrī Bānlādēś) adalah sebuah negara di Asia Selatan yang berbatasan dengan India di barat, utara, dan timur, Myanmar di tenggara, serta Teluk Benggala di selatan.
Bangladesh, bersama dengan Benggala Barat di India, membentuk kawasan etno-linguistik Benggala.
Bangladesh (বাংলাদেশ) secara harfiah bermakna “Negara Bangla”.
Ibu kota dan kota terbesar Bangladesh ialah Dhaka. Perbatasan Bangladesh ditetapkan melalui pemisahan India pada tahun 1947.
Negara ini merupakan sayap timur Pakistan (Pakistan Timur) yang terpisah dari sayap barat sejauh 1.600 kilometer.
Perbedaan politik, bahasa, dan ekonomi menimbulkan perpecahan antara kedua sayap, yang berujung pada meletusnya perang kemerdekaan tahun 1971 dan pendirian negara Bangladesh.
Tahun-tahun setelah kemerdekaan ditandai dengan kelaparan, bencana alam, kemiskinan, huru-hara politik, korupsi, dan kudeta militer.
Bangladesh memiliki jumlah penduduk terbesar kedelapan di dunia dan merupakan salah satu negara terpadat di dunia dengan tingkat kemiskinan yang tinggi, tetapi pendapatan per kapita Bangladesh telah meningkat dua kali lipat sejak tahun 1975 dan tingkat kemiskinan turun 20% sejak awal tahun 1990-an.
Negara ini dimasukkan sebagai salah satu bagian dari “Next6hbg Eleven”.
Ibu kota Dhaka dan wilayah urban lainnya menjadi penggerak utama dibalik pertumbuhan ini.
Secara geografis, negara ini berada di Delta Gangga-Brahmaputra yang subur.
Bangladesh selalu mengalami banjir muson dan siklon tahunan.
Luas wilayahnya 148.456 km2, Perairan 6,4 persen. Penduduknya Tahun 2022 berjumlah 165.158.616 orang kepadatan 1.106/km2.
PDB (KKB) Tahun2022 Total Kenaikan $1,36 trilliun, pendapatan per kapita $7.985, sedang PDB (nominal) Tahun 2022 $461 miliar per kapita $2.734, sedang Mata Uang Bangladesh Taka (৳), Zona waktu Standar Bangladesh (BST)
(UTC+6) dan Lajur kemudi sebelah kiri.
TENTANG ANAK MUDA AHMED
Kembali kita cerita berkaitan dengan si Ahmed, sihitam manis dan ganteng.
Usia anak muda ini berkisar 30 an tahun, pembawaannya hambel, ramah, santun, mudah bergaul dan ringan tangan soal membantu dan sangat senang jika setelah membantu ada yang mau berbagi fulus.
“Untuk tambahan biaya isteri dan sekolah anak di kampung seputaran Kota Dakka, haji,” ucap Ahmed pelan sambil tersenyum dengan bahasa campur campur, Inggris, Indonesia dan Isyarat.
Ahmed adalah tipe kebanyakan pemuda yang berkeinginan maju dan bertanggungjawab kepada keluarga dan sayang pada anak isteri.
Menurut Ahmed, dia punya dua anak sepasang, laki laki dan perempuan, usia sekolah dasar dan seorang isteri.
Keluarganya tinggal di pinggiran Kota Dakka dan sudah punya rumah sendiri walau masih sangat sederhana, sedang Ahmed merantau ke Arab Saudi demi mencari pendapatan yang lebih baik ketimbang dinegaranya, dengan menyewa sebuah kamar dan setiap enam bulan sekali pulang ke Negerinya.
Isteri Ahmed bernama Rupashi yang artinya cantik, sedang anak perempuanya bernama Laboni artinya anggun, anak lelakinya bernama Abdulyazed.
“Keren keren ya med nama isteri dan anakmu,” sebut Haji Fendi Lubis sambil tertawa.
Ahmed adalah pekerja migran asal Bangladesh dan ketemu dengan penulis beserta rombongan haji asal Kota Tebingtinggi saat pelaksanaan Ibadah Haji Tahun 2023 di Hotel Mawasim Jarwal 03 Makkah.
Ibu ibu jamaah haji sangat senang dengan Ahmed, karena ringan tangan kalau dimintai tolong.
Apabila suara Ahmed terdengar walau masih dikejauhan, cepat mereka meneriakkan namanya.
Ahmeeeed….Ahmeeed….good moorning, selamat pagi Ahmed, sapa mereka. Morning haji….jawab Ahmed tersenyum tulus.
Ahmed adalah Roomboy Hotel Mawasim Jarwal 03 Makkah, tempat menginap Rombongan Haji Indonesia asal Tebingtinggi, Serdangbedagei, Binjai, Taput, Medan, Kisaran, Deliserdang, Mandailing Natal, Semarang dan Jakarta.
Sebagai roomboy lantai 11 dan 12, Ahmed setiap harinya bertugas melakukan isi ulang minuman pada dispenser, membersihkan lorong kamar hotel, membersihkan kamar jamaah, mengurus kunci kamar kalau ada yang eror dan siap kapan saja diminta membersihkan ambal lantai dengan penghisap debu (vacuum cleaner) serta siap sedia untuk membantu jika diminta jamaah.
Orangnya rajin dan baik hati, ujar beberapa ibu ibu seperti Hajjah Irmayanti, Hajjah Sri Naladani, Hajjah Sri Idrahwati, Hajjah Suriani, Hajjah Susi dan Hajjah Latifah, sehingga merekapun ringan saja memberikan uang tip 5 atau 10 riyal.
Diminta membantu jamaah lansiapun Ahmed siap kapan saja.
Seperti yang dilakukannya ketika penulis meminta kesediannya untuk bersama sama membantu seorang jamaah lansia yang perlu dibersihkan alas tidur dan selimutnya serta memandikan.
Saat memandikan seorang jamaah lansia, penulis mengguyur badan lansia menggunakan sower, dengan telaten Ahmed membersihkan tubuh seperti menggosok badan, menyabuni dan setelah siap melap dengan handuk serta mengenakan pakaiannya.
Setelah selesai, ketika diselipkan kesakunya uang jokowi 2 lembar pecahan 100.000, Ahmed tersenyum sumringah.
“Sukron sukron sukron haji,” ucapnya dengan senang hati.
Acapkali diberi fulus oleh jamaah yang meminta bantuannya, Ahmed selalu mengacungkan jempol sembari berkata “Indonesia good, Indonesia good,”.
Kalau jamaah negara lain, sambil melet, Ahmed berucap no no no, Indonesia yes yes.
Ditanya kalau Jamaah dari Irak, Uzbeskistan atau Afganistan, one riyal, katanya membilangkan kalau jamaah negara lain hanya memberi tip 1 riyal.
“Bisa aja kamu med,” kata Haji Muhadi dan Haji Subarjo yang sambil tertawa.
Memang, di tanah suci terkenal kalau jamaah Indonesia sangat dermawan untuk bersedekah atau berinfak, 5 atau 10 riyal dan 50.000 atau 100.000 jokowi hal biasa serta royal pula dalam berbelanja.
Istilah jamaah disana, kalau belum habis uang didompet/tas atau saku, belum berhenti belanja, walau koper sudah mau meledak.
Itulah sekelumit cerita tentang anak muda bernama Ahmed Warga Bangladesh yang selalu melayani Jamaah dengan senang hati.
Karena dia tau diri, betapa sulitnya kehidupan dinegaranya, yang sangat miskin dan padat penduduknya.
Sehingga demi membiayai keluarganya, ditanah rantau Ahmed mesti tau diri untuk bekerja sungguh sungguh dan melayani jamaah haji dengan baik, demi mengumpulkan fulus sebanyak banyaknya agar anak anaknya bisa tumbuh sehat dan mengenyam pendidikan setinggi tingginya.
Ahmed sempat meneteskan air mata ketika bersalaman untuk berpisah dengan jamaah haji asal Kota Tebingtinggi yang baik baik dan selalu memberi fulus.
“Sukron sukron sukro haji,” kata Ahmed ketika diminta penulis untuk berfoto bersama sekaligus menyelipkan lembaran jokowi kesakunya dan sedikit oleh oleh serta jamaah yang lain ada memberikan beberapa potong pakaian, kain ihrom dan sarung.
“Selamat tinggal Ahmed, moga kamu selalu diberi kesehatan dan rezeki melimpah dari Allah SWT…aaminn,” kata Haji Wakijan penuh haru.(H. Suhartoyo, QIA)