Kejanggalan Pertamina di Tangan Komisaris Ahok
Jakarta, dessernews.com
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempertanyakan, meruginya PT Pertamina (Persero) senilai USD 767.92 juta atau setara Rp 11.28 triliun pada tahun berjalan semester I 2020, yang justru bertolak belakang dengan pernyataan Komisaris Utama Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama menyebut, pendapatan Pertamina mencapai Rp800 Triliun.
“Pekan lalu kita dengar kabar Pertamina tidak masuk daftar Fortune Global 500. Sekarang yang terbaru Pertamina rugi Rp11.13 triliun di semester pertama tahun 2020,” kata Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto dalam keterangannya, Selasa (25/8/2020).
Diketahui, dalam laporan terbaru Pertamina ayng dirilis Senin (24/8/2020), kerugian di semester I 2020 terjadi karena total penjualan dan pendapatan usaha lainnya anjlok 24.7 persen dari USD 25.54 Miliar menjadi USD 20.48 Miliar.
Mulyanto mengatakan, selama menjabat sebagai komisaris utama Pertamina, Ahok tidak memiliki prestasi membanggakan. Justru sebaliknya, banyak keanehan dan kejanggalan yang begitu jelas dilihat masyarakat.
“Waktu itu Ahok bilang, merem saja Pertamina sudah untung. Asal diawasi. Nah kalau sekarang Pertamina rugi, artinya apa? Apa Ahok tidak mengawasi. Kok nyatanya Pertamina bisa rugi,” kritik Mulyanto.
“Mau sampai kapan membiarkan Pertamina babak belur seperti ini?” tanya Mulyanto.
Secara teori, kata Wakil Ketua Fraksi PKS Bidang Industri dan Pembangunan, semester pertama tahun 2020, Pertamina seharusnya meraup laba yang besar.
Sebab di saat harga minyak dunia anjlok ke angka yang paling rendah sepanjang sejarah, Pertamina tidak menurunkan harga BBM sedikitpun. Termasuk harga BBM non-subsidi yang harganya mengikuti harga minyak dunia.
“Secara kasar, Pertamina harusnya untung besar,” ujar Mulyanto.
VP Komunikasi Perusahaan Pertamina Fajriyah Usman mengatakan, kerugian karean Pertamina menghadapi triple shock sepanjang semester pertama.
“Pertamina menghadapi triple shock,” ujarnya seperti dikutip dari siaran pers, Senin, 24 Agustus 2020.
Fajriyah menjelaskan, ketiga syok itu adalah penurunan harga minyak mentah dunia, penurunan konsumsi BBM di dalam negeri, serta pergerakan nilai tukar dolar AS yang berdampak pada selisih kurs yang cukup signifikan.
“Pandemi Covid-19 dampaknya sangat signifikan bagi Pertamina,” tuturnya.
Dengan penurunan demand, depresiasi rupiah, dan juga crude price yang berfluktuasi sangat tajam, kata Fajriyah, membuat kinerja keuangan Pertamina sangat terdampak. (sumber RRI)