Jelang Pilkada, Kondisi Nelayan Jadi Isu Politik
Belawan, dessernews.com
Menjelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah di Sumatera Utara dan Kota Medan, kondisi hidup para nelayan di kawasan Medan Utara acap menjadi isu dan komoditas politik. Bahkan menjadi program kerja yang masuk dalam visi dan misi calon kepala daerah.
Ironisnya, setelah Pilkada usai nasib para nelayan tetap terabaikan.
Wilayah pesisir Kota Medan yang acap disebut kawasan Medan Utara merupakan kawasan pemukiman padat penduduk. Medan Utara terdiri dari 4 kecamatan, yakni Kecamatan Medan Marelan, Medan Labuban, Medan Belawan dan Medan Deli.
Mayoritas penduduknya mencari nafkah sebagai nelayan dan buruh.
Pada pemilihan anggota legislatif dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kota Medan, kawasan Medan Utara selalu dijadikan sebagai isu politik yang seksi.
Kondisi Medan Utara selalu menjadi bahan komoditas kampanye oleh para calon legislatif (caleg) dan pasangan calon wali kota Medan demi menarik minat.
Ironisnya, setelah caleg tersebut berhasil meraih suara banyak dan duduk sebagai anggota legislatif di DPRD Medan, program kerjanya untuk membangun Medan Utara tidak terlihat sama sekali.
Begitu juga pada Pilkada Wali Kota Medan. Setelah terpilih menjadi Wali Kota, tidak terlihat pembangunan yang signifikan. Yang terlihat hanya janji-janji palsu belaka. Padahal, wilayah Medan Utara yang merupakan Daerah Pemilihan (Dapil) II telah mengantarkan 12 putra terbaiknya duduk di legislatif namunĀ sampai sekarang belum terlihat pembangunan infrastruktur yang mantap. Bahkan, bisa terbilang, pembangunan Medan Utara masih terabaikan, jauh tertinggal di sejumlah sektor pembangunan bila dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lainnya di Kota Medan.
Seorang warga Medan Utara, Syahril ,50, Rabu (30/9) mengaku sangat sedih melihat pembangunan infrastruktur yang ada sekarang ini.
“Infrastruktur yang ada di Medan Utara sangat memprihatinkan. Hujan turun sekejap aja, genangan air sudah memasuki rumah-rumah warga. Jalan raya pun tergenang air. Drainasenya sangat buruk sehingga Medan Utara menjadi langganan banjir,” sebut Syahrir yang bermukim di Kelurahan Pekan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan.
Menurut Syahrir, adanya pembangunan lokasi centra bisnis hanya sekadar demi kepentingan bisnis belaka tanpa ada memberi manfaat bagi warga ekonomi lemah. Bahkan, masyarakat yang bermukim di pinggiran pantai tetap miskin, kumuh, padat, dan tinggal di pemukiman tidak tertata atau tidak layak huni.
“Begitu juga soal pendidikan dan pelayanan kesehatan yang jauh dari harapan. Warganya hanya mengenyam pendidikan rendah. Sarana kesehatan seperti Rumah Sakit Umum Medan Labuhan sampai sekarang pembangunannya belum rampung dan terhenti diduga sebagai dampak dari pandemi Covid-19,” papar Syahrir.
Diakui Syahrir, setelah dirinya ikut menjadi pemilih muda pada 2 kali Pilkada Kota Medan dan pemilihan calon anggota legislatif, ternyata semua program kerja yang ditawarkan oleh pasangan calon wali kota dan caleg ternyata hanya janji palsu belaka.
“Program kerja untuk membangun Medan Utara hanya tinggal kenangan belaka. Kondisi seperti membuktikan bahwa Medan Utara menjadi bahan isu politik yang sangat seksi pada setiap pileg atau Pilkada Medan dan Pilgub,” ujar Syahrir yang sehari-harinya berkecimpung di dunia jurnalistik.
Sementara itu, pengamat publik Medan Utara, Rahman Gafiqi SH menilai jarang sekali ada anggota dewan atau wali kota yang serius menata kawasan Medan Utara secara komprehensif. Komprehensif yang meliputi landskap pesisir lengkap dengan penguatan budaya dan membutuhkan biaya yang sangat besar. Seharusnya, anggota legislatif berkewajiban itut mendorong atau mengawal proyek pembangunan sebagai beban moral dan tanggungjawabnya kepada konstituennya.
“Ibarat habis manis sepah dibuang. Karena dinilai terlalu banyak anggaran yang dibutuhkan untuk pembangunan di Medan Utara sehingga pemerintah Pusat tutup mata seiring dengan ketidakpedulian dari Pemko Medan dan para anggota legislatifnya, maka jadilah Medan Utara seperti dianaktirikam hingga sekarang ini,” tegas Rahman, aktivis yang acap memperjuangkan nasib buruh dan nelayan Medan Utara ini.
Rahman menilai, selama ini Medan Utara hanya menjadi mainan isu politik dan janji-janji palsu belaka bagi para oknum-oknum yang memiliki tujuan tertentu demi ambisi politiknya semata.
“Seharusnya, menjelang Pilkada Medan 2020, masyarakat Medan Utara sudah sadar dengan isu-isu politik yang disampaikan oleh pasangan calon wali kota. Setelah terpilih, Medan Utara tetap terabaikan dan hanya menerima janji-janji palsu belaka,” tutur Rahman yang juga pengurus organisasi nelayan di Medan Utara ini.
Rahman mengakui bahwa Medan Utara sebenarnya kawasan yang potensial dan bisa dijadikan gerbang kesejahteraan dan kemakmuran kota Medan, apalagi Pelabuhan Belawan berada di Medan Utara.
“Sudah saatnya masyarakat pesisir, terutama kelompok nelayan dan buruh mendapat perhatian serius dari pemerintah lewat pembangunan infrastruktur dan pemberdayaannya sehingga masyarakat pesisir tidak lagi menjadi bahan isu politik pada setiap Pilkada dan pemilihan calon anggota legislatif,” sebut Rahman.
Selain itu, tambah Rahman, banjir air pasang laut atau yang dikenal dengan banjir rob, sampai sekarang tidak pernah menjadi perhatian serius dari Pemko Medan. Padahal, warga Kecamatan Medan Belawan sangat menderita dengan banjir rob.
“Seharusnya anggota dewan dari Dapil II mendorong Pemko Medan agar berupaya mengantisipasi warganya agar tidak terkena banjir rob,” harap Rahman.(aa/DN)