Advertisement

Lahan untuk Ibadah Diributin, Jutaan Hektar untuk Memperkaya Taipan Malah Disubsidi

Aktivis Pro Demokrasi Nicho Silalahi bersama para pengurus ProDem

Jakarta, desernews.com

Aktivis dari Pro Demokrasi (ProDem), Nicho Silalahi menyoroti soal permintaan pengosongan lahan milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII kepada seluruh okupan di wilayah Perkebunan Gunung Mas, Puncak Bogor dan kepada Pondok Pesantren Agrokultural Markaz Syariah.

Pondok Pesantren Agrokultural Markaz Syariah diketahui merupakan milik Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) habib Rizieq Shihab.

Pernyataan dari Nicho awalnya menanggapi cuitan dari Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD yang membahas masalah pengusahaan tanah hak guna usaha (HGU) di Indonesia oleh pengusaha.

Mahfud MD mengaku baru mendapat kiriman daftar grup yang menguasai tanah HGU hingga ratusan ribu hektare.

“Sy dpt kiriman daftar group penguasa tanah HGU yg setiap group menguasai smpai ratusan ribu hektar.Ini gila. Penguasaan itu diperoleh dari pemerintahan dari waktu ke waktu, bukan baru,” kicau Mahfud.

“Ini adalah limbah masa lalu yang rumit penyelesaiannya karena di-cover dengan hukum formal. Tapi kita harus bisa,” imbuhnya.

Warganet heran Mahfud MD terkejut dengan fakta pengusaan lahan oleh pihak swasta, padahal hal tersebut sudah lama terjadi.

Baca juga: Batas Waktu Pengosongan Lahan di Megamendung Tinggal Hitungan Hari, Begini Sikap Pihak Habib Rizieq

Bahkan, ketika debat Presiden beberapa waktu lalu, isu tersebut memanas.

“Gimana dengan 6674 kasus Agraria yang telah dimeja presiden itu, pak ? Buat apa dulu dibentuk Tim Khusus itu pak kalau laporan mereka ga dieksekusi ? Oh ya pak Presiden masih orang yang sama ya saat berikan Subsidi Triliunan bagi perusahaan sawit?” tulis Nico membahas cuitan itu, dilihat Warta Kota pada Sabtu (26/12/2020).

Nicho kemudian menyinggung sikap pemerintah yang pernah memberikan subsudi triliunan rupiah kepada para pengusaha besar penguasa lahan beberapa tahun lalu.

Ia membandingkan dengan sikap pemerintah kepada para konglomerat dengan lahan di Megamendung yang luasnya jauh lebih kecil.

Seluas 30 Ha buat tempat ibadah dan kegiatan sosial kalian ributin, tapi yang Luasnya Jutaan Ha untuk memperkaya Taipan kalian subsidi,” tulisnya.

“Kalau mau adil ya cabut seluruh HGU Mereka ini, enak banget disubsidi,” imbuh Nicho.

Lima perusahaan sawit berskala besar mendapatkan subsidi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dengan total mencapai Rp7,5 triliun sepanjang Januari—September 2017.

Lima perusahaan sawit itu terdiri dari Wilmar Group, Darmex Agro Group, Musim Mas, First Resources, dan Louis Dreyfus Company (LDC). Berdasarkan data yang diperoleh CNNIndonesia.com, Wilmar Group mendapatkan nilai subsidi terbesar, yakni Rp4,16 triliun.

Padahal, setoran yang diberikan Wilmar Group hanya senilai Rp1,32 triliun.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang diteken oleh Presiden Jokowi itu, diatur tentang penggunaan dana tersebut.

Pada Pasal 11 ayat (1) dinyatakan bahwa dana yang dihimpun adalah untuk pengembangan sumber daya manusia; penelitian dan pengembangan perkebunan sawit; promosi perkebunan kelapa sawit; peremajaan tanaman perkebunan; serta prasarana perkebunan sawit.

Sedangkan pada ayat (2) dijelaskan bahwa penggunaan dana itu juga dipakai untuk kebutuhan pangan, hilirisasi industri dan pemanfaatan bahan bakar nabati jenis biodiesel. Ayat selanjutnya menyatakan BPDPKS dapat menentukan prioritas penggunaan dana berdasarkan program pemerintah dan kebijakan Komite Pengarah.

Terkait hal tersebut, kajian soal sawit milik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2016 menemukan bahwa penggunaan dana yang berlebihan bagi perusahaan biodiesel bisa menimbulkan ketimpangan dalam pengembangan usaha perkebunan sawit.

Nilai subsidi untuk perusahaan sawit lainnya adalah Darmex Agro Group (Rp915 miliar) dengan setoran Rp27,58 miliar; Musim Mas (Rp1,54 triliun) dengan setoran Rp1,11 triliun; First Resources (Rp479 miliar) dengan setoran Rp86,95 miliar; dan LDC (Rp410 miliar) sebesar Rp100,30 miliar.

Dengan demikian terdapat selisih nilai yang relatif besar untuk para konglomerat sawit tersebut. Ini terdiri dari Rp2,84 triliun (Wilmar Group); Darmex (Rp887,64 miliar); Musim Mas (Rp421,56 miliar); First Resources (Rp392,61 miliar) dan LDC (Rp309,83 miliar).

BPDPKS pada 2015 menyatakan penggunaan dana terbesar masih dialokasikan untuk biodiesel, yakni mencapai 89 persen. Sedangkan untuk peremajaan sawit, pengembangan SDM hingga perencanaan-pengelolaan masing-masing hanya satu persen.

BPDPKS sendiri dibentuk dalam wujud Badan Layanan Umum sejak 11 Juni 2015 di bawah kendali Kementerian Keuangan. Badan tersebut didirikan untuk mendukung program pengembangan kelapa sawit berkelanjutan. (Warta Kota)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Back to top button
Close
Close

Adblock Detected

Harap nonaktifkan aplikasi AdBlock nya terlebih dahulu.. Terima Kasih