Medan dan Sumut Zona Merah, Aktivitas Kapal Pukat Trawl Di Belawan Semakin Mengganas

Belawan, dessernews.com
Meski Kota Medan dan Sumatera Utara masuk zona merah dalam pandemi Covid-19, namun aktivitas kapal pukat harimau (trawl) di perairan Belawan dan Selat Malaka semakin mengganas.
Ironisnya, belum terlihat tindakan tegas dari institusi penegak hukum dari Badan Keamanan Laut (Bakamla) dan Kementerian Kelautan serta Perikanan terhadap aktivitas kapal-kapal pukat trawl yang notabene milik para pengusaha bermata sipit.
Menurut informasi yang diperoleh dessernews.com, kapal-kapal pukat trawl tersebut banyak sandar di gudang-gudang yang ada di kawasan Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan (PPSB) Gabion Belawan.
Selama ini di darat, Personil Polri, TNI, Sat Pol PP Kota Medan telah berupaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19 dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 berdasarkan Pergub
No. 77 tahun 2020 dan Perwal No. 27 tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin Masyarakat dan Penegakan Hukum protokol Kesehatan dalam Pencegahan serta Pengendalian Covid 19 di Propinsi Sumatera Utara lewat razia masker.
Namun kenyataannya di laut belum terlihat aktivitas nyata untuk mencegah virus mematikan tersebut.
Sejumlah nelayan tradisional berskala kecil dan pengurus organisasi nelayan yang ditemui wartawan, Kamis (17/9) di Belawan berharap agar aparat penegak hukum harus bersikap tegas untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 terhadap para pekerja di kapal-kapal pukat trawl dan di jermal-jermal di perairan Belawan.
Selain itu, belum terlihat tindakan tegas dari Bakamla terhadap kapal-kapal pukat trawl yang semakin mengganas menangkap ikan di zona nelayan berskala kecil sehingga membuat nelayan berskala kecil semakin sengsara berkepanjangan karena hasil tangkapan sangat minim.
Selain merugikan para nelayan, aktivitas kapal-kapal pukat trawl tersebut juga merusak biota dan ekosistem laut.
“Seharusnya aparat Badan Keamanan Laut (Bakamla) tidak hanya menangkap kapal-kapal nelayan asing saja karena ratusan kapal pukat trawl yang diduga memanipulasi surat izin setiap harinya juga menangkap ikan secara ilegal.
Tetapi hingga saat ini tidak satu pun kapal ikan mengunakan alat tangkap trawl asal Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan (PPSB) yang diamankan atau ditangkap,” ujar Salamudin ,50, salah seorang nelayan di pesisir Belawan.
Salamudin menyebutkan, banyaknya kapal-kapal pukat trawl yang menggunakan alat tangkap yang dilarang oleh pemerintah itu membuat aktivitas penangkapan ikan semakin marak tanpa memperhatikan nasib nelayan tradisional dan nelayan berskala kecil.
“Pada hal, kapal Trawl asal Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan sangat berbahaya, selain memiliki bobot yang besar dan jumlahnya mencapai ratusan unit. Kita menduga ada unsur pembiaran dari aparat penegak hukum terhadap kapal Trawl asal Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan (PPSB) sehingga para pengusaha perikanan berlomba-lomba membuat kapal Trawl,” sebut Salamudin.
Zulkarnain ,46, nelayan kecil lainnya berharap kepada aparat penegak hukum di laut untuk dapat menertibkan kapal-kapal ikan yang mengunakan alat tangkap yang dilarang.
“Kalau mau menegakkan Undang- Undang Perikanan, maka jangan kapal ikan asing saja yang di tangkap. Tapi tangkap juga kapal ikan yang mengunakan alat tangkap Trawl asal Pelabuhan Perikanan Belawan,” sesal Zulkarnain saat ditemui di tangkahan nelayan Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan.
Sementara itu, Ketua Aliansi Nelayan Kecil Modern-Indonesia (ANKM-I) Sumatera Utara Rahman Gafiqi SH menyebutkan, aktivitas para pekerja pukat trawl sepertinya luput dari protokol kesehatan untuk mencegah pandemi virus corona.
“Belum ada terpantau tindakan dari instansi terkait atau dari Gugus Tugas Penanganan Covid-19 terhadap aktivitas para pekerja di kapal-kapal pukat trawl atau buruh di jermal. Padahal, para pekerja di laut tersebut tidak mematuhi protokol kesehatan sehingga mereka rawan terkena Covid-19,” tegas Rahman.
Selain itu, tambah aktivis peduli nelayan ini, berkurangnya hasil tangkapan nelayan berskala kecil bukti bahwa kapal-kapal pukat trawl yang menggunakan alat tangkap yang salah dan melanggar Undang Undang Kementerian Kelautan dan Perikanan masih tetap merajalela di perairan Selat Malaka dan Belawan ditambah lagi akibat terbitnya peraturan Menteri KKP yang merevisi PermenKP no 71 tahun 2016 tentang zona dan alat tangkap nelayan berakibat timbulnya penafsiran baru bagi para nelayan kecil.
“Seharusnya peraturan Menteri KKP berpihak kepada nelayan tradisional atau berskala kecil demi tercapainya kesejahteraan para nelayan dan bukan untuk kepentingan para pengusaha kapal-kapal pukat harimau tersebut,” tegas Rahman.
Rahman mengingatkan, selain mengganasnya aktivitas kapal pukat trawl di tengah-tengah pandemi Covid-19 ini, kesulitan nelayan berskala kecil untuk mendapatkan minyak solar bersubsidi hingga kini belum bisa diatasi oleh instansi terkait,
sementara para nelayan bersekala besar pengguna alat tangkap yang salah sangat mudah mendapatkan minyak bersubsidi.
Selain itu, tambah Rahman, ANKM-I Sumut mengharapkan kepada Ditpolair Polda Sumut, PSDKP Gabion Belawan serta Dinas Perikanan Provinsi Sumatera Utara uuntuk melakukan tindakan tegas terhadap kapal-kapal pukat trawl, bauke Ami, pukat teri dan Lingkung yang menghancurkan biota dan eksosistem laut Selat Malaka yang sangat merugikan kaum nelayan kecil khususnya dimana kapal 30 GT ke atas tersebut yang rata-rata memanipulasi perizinan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), Surat izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Laik Operasi (SLO) dan Surat Persetujuan Berlayar (SPB).
“Hukum harus ditegakkan. Kapal-kapal pukat trawl harus diberantas karena keberadaannya menyengsarakan nelayan tradisional dan merusak eksosistem laut. Bakamla harus berpihak kepada rakyat dan nelayan tradisional sekaligus memperhatikan kondisi kehidupan nelayan tradisional yang semakin sengsara akibat dari aktivitas kepal-kapal pukat harimau tersebut,” terang Rahman.
Ditambahkan Rahman, selama pandemi virus corona (covid-19), pengusaha kapal-kapal pukat trawl semakin merajalela di saat aparat Polri dan TNI sibuk mengamankan imbauan pemerintah agar tidak terjadinya kerumunan massa demi memutus mata rantai penyebaran Covid-19.(aa/DN)